43 hari di desa Reban kecamatan Reban kabupaten Batang, memberikanku banyak sekali pengalaman. Sebagai seseorang yang tidak mengerti bahasa Jawa Kromo aku mencoba membaur sebaik mungkin dengan para warga. Walau hanya bisa menjawab 'nggih' saja tapi tak mengapa, mereka tetap begitu baik dan ramah. Oh iya, 43 hari di Reban merupakan kewajiban yang harus aku jalani sebagai mahasiswa semester 7 dan mengambil KKN Lokasi Unnes Tahap 2. As you know, KKN Lokasi akan mengirimkan kita ke daerah-daerah yang membutuhkan bantuan dalam perihal pemberdayaan masyarakat dan potensi daerahnya. Kebanyakan daerah yang dijadikan sasaran untuk tempat KKN Lokasi berada di luar kota dan kabupaten Semarang. Seperti kabupaten Batang salah satunya, yang memang bisa ditempuh selama 2 jam perjalanan dari Semarang. Batang itu keren, banyak sekali lahan-lahan yang masih berupa hutan atau disini lebih sering disebut dengan alas. Membuatku berpikir jika di dekat ibu kota provinsi di pulau Jawa saja masih ada daerah yang seperti ini bagaimanan dengan daerah lainnya? Entahlah.


Banyak Alas di Batang
Tidak sulit bagiku untuk beradaptasi dengan udara di Reban yang begitu adem. Sungguh, bisa terlepas dari panasnya Semarang dengan KKN di daerah adem seperti itu sangat layak untuk disyukuri. Selama KKN aku dan kelompokku tinggal di rumah Pak Lurah desa Reban. Beliau begitu baik dan perhatian kepada kami. Ibu Lurah yang selalu menyiapkan makanan untuk kami juga tidak menganggap kami sebagai tamu atau orang lain. Kebetulan beliau berdua terbilang masih muda sehingga menganggap kami sebagai adik-adiknya sendiri. Anak Pak Lurah yang paling besar baru kelas 1 SD, namanya Alenata. Ale adalah nama panggilannya, dia sangat menggemaskan dengan perut besar dan pipi chubby-nya. Serta ada si bungsu, namanya Alo. Alo belum genap 2 tahun tapi sudah terlihat jelas jika dia besar nanti dia pasti akan menjadi gadis yang cantik. Tak ketinggalan ada pula Om Agus yang selalu membantu Pak Lurah. Om Agus ini memberikan banyak bantuan selama kami KKN di Reban. Terimakasih ya Pak, Bu, Le, Lo, dan Om.

Begitu banyak tantangan yang didapatkan di KKN Lokasi ini. Yup, bayangkan kamu harus bersama orang yang belum pernah kamu kenal sebelumnya selama 43 hari. Dimulai dari satu kamar, satu rumah, satu tugas, dan satu tujuan. Ini tidak mudah, kawan. Ketika pengumuman kelompok KKN muncul aku tidak mengenal satu pun dari anggota kelompokku. Kami baru bertemu ketika pembekalan KKN. Orang Jawa bilang mendapatkan teman kelompok KKN itu 'bejo-bejonan'. Kalau kamu mendapatkan teman yang kooperatif, mampu memposisikan diri dengan baik, dan bisa saling mengisi kekurangan satu sama lain maka you have to being thankful, bro!


Foto bersama KKN Unnes Ds. Reban 2015 dan Keluarga Pak Lurah
Tapi, mau seperti apapun kondisi KKN kamu tetaplah jalani dengan sepenuh hati. Perjalanan selama KKN sama dengan hidup yang kita jalani. Ada senang, ada sedih, ada tawa, ada air mata. Aku belajar bagaimana bekerja dibawah banyak tekanan, belajar bekerja sama dengan orang yang berbeda cara kerjanya, dan belajar bagaimana sulitnya mengamalkan hadist yang berbunyi "Janganlah engkau marah, niscaya bagimu surga - H.R Thabrani.". Sulit memang tapi ya jalani saja, tak usah mengeluh, nikmati semua manis pahitnya. Aku bersyukur dengan semua yang aku dapatkan selama KKN, banyak hikmah yang bisa diambil dari sana dan tentu cerita yang bisa dikenang nantinya. Jika kamu senang tantangan maka kamu akan menikmati perjalanan ini tapi jika tidak maka kamu cuma akan mengeluh, berharap KKN berakhir secepat mungkin, dan pada akhirnya akan membuat teman di kelompokmu bosan dengan semua keluhanmu. Sungguh, KKN ini sangat menantang dan layak untuk ditaklukan. Tapi santai saja, KKN Lokasi juga memberikan kamu banyak kesempatan untuk piknik kok jadi bisa sekalian explore hehe.

Kelompok KKNku terdiri dari 11 mahasiswa yang berasal dari 4 fakultas yaitu FIP, FIS, FE, dan FT. Untuk posisi 8 orang perempuan ada aku, Yessy, Itsna, Arina, Irma, Desi, Rohmah dan Dayah lalu untuk posisi 3 orang laki-laki ada Albar, Akrom, dan Zaenal. Kami tidak hanya memiliki kewajiban menjalankan program di desa saja tetapi juga di kecamatan. Nah untuk menjalankan program di kecamatan ini kami perlu berkoordinasi dengan kelompok KKN dari desa lainnya di kecamatan Reban yang seluruhnya berjumlah 19 desa. Salah satu dari banyaknya keuntungan KKN Lokasi adalah kamu akan mendapatkan banyak teman baru. Dengan adanya program tingkat kecamatan ini kamu akan berkenalan dengan teman dari desa lainnya. Ini menyenangkan karena kamu bisa sharing apa saja dengan mereka, bahkan jujur saja, aku lebih akrab dengan teman laki-laki dari desa lain dibanding dengan desa sendiri hehe. Kebanyakan anak-anak yang aktif di kegiatan kecamatan adalah mereka yang menjadi perwakilan dari desa dan memiliki tingkat kepedulian serta kontribusi lebih tinggi dibanding dengan yang lainnya. Tak jarang aku mendapatkan keluhan yang bilang "kegiatan di desa saja kami sudah pusing apalagi untuk ikut mengurus kegiatan di kecamatan.". Sebenarnya semua itu tergantung niat, kalau memang kamu berniat ingin ikut serta di kegiatan kecamatan maka kamu akan menemukan bagaimana caranya, seperti membagi tugas-tugas misalnya.


Selfie setelah senam Pagi bersama anak-anak Madin Gumelar 
Kita tidak harus selalu stand by di desa untuk menjalankan setiap program, karena apa gunanya penanggung jawab jika semua anggota harus selalu stand by di desa. Aku bersyukur sekali mempunyai teman sekelompok yang mengerti akan 'pembagian tugas'. Dari semua anggota, mungkin aku salah satunya yang tidak selalu standy by di desa untuk menjalankan berbagai program karena aku mendapatkan tanggung jawab lain di kecamatan. Dan teman kelompokku mengerti itu, khususnya kalian hei para Tante KKN Entut (panggilan kesayangan untuk teman perempuan di kelompokku hehe). Terimakasih sekali karena kalian begitu mengerti posisiku. Kalian mengerti akan skala prioritas yang aku gunakan dalam menjalankan program-program. Kalian memaklumi jika aku selalu kesana-kemari mengurus urusan kecamatan. Kalian selalu memberikan semangat jika aku sudah pusing dengan panggilan telepon dari berbagai pihak di kecamatan (terutama panggilan telepon ketika subuh-subuh hiks). Kalian menjadi reminder jika suaraku yang tidak bermaksud berteriak ini sudah keterlaluan. Kalian perempuan tangguh, sungguh (terbukti dengan bisa pasang plang sendiri misalnya #eh). Terimakasih ya Tante Entut... I love you to the moon and back (p.s: kurangi waktu untuk bikin alisnya ya wkwk).


Ke Pasar Malam Reban bersama para Tante Entut (Taken by: Desi, makanya di foto cuma ber-7)
Tak lupa untuk teman-teman di kecamatan yang sudah memberikan banyak kontribusi baik berupa waktu, tenaga, pikiran bahkan materinya, kalian luar biasa. Kalian adalah orang-orang terpilih yang memang aware akan tanggung jawab kita sebagai mahasiswa. Ini bukan hanya tentang diri kita, tapi ini juga tentang membawa nama baik almamater kita di tingkat kecamatan Reban dan kabupaten Batang. Berhasil mengadakan Penanaman Pohon Tingkat Kecamatan, Turnamen Voli KKN Reban Cup, dan ikut serta di Gebyar Posdaya se-Kabupaten Batang adalah moment-moment keren yang sudah kita torehkan bersama. Senang bisa bekerja sama dengan kalian yang sebetulnya belum aku kenal dengan baik. Tapi memang disanalah justru letak kekerenan kita, karena kita belum saling mengenal terlalu lama tetapi sudah saling percaya untuk dapat menuliskan cerita hebat bersama. Terimakasih ya.


Main sebentar bersama kelompok dari desa Karanganyar dan Pacet
Foto bareng di Pendopo Kabupaten Batang setelah Gebyar Posdaya
Tak lupa berfoto setelah turnamen voli KKN Reban Cup 2015 (biar kekinian wkwk)
Dan untuk Reban... terimakasih untuk kebaikan, kasih sayang, serta kesederhanaan yang telah kamu ajarkan. Senang sekali bisa bersamamu walau hanya dalam waktu yang singkat. Aku akan kembali mengunjungimu, walau entah kapan. Hhmmm mungkin ketika Ale syukuran sunatan hehe.
Sampai jumpa lagi Reban dan teman-teman. Semoga Allah selalu melindungi kita semua. Xoxo.
Aku kembali ke sekolah. Bukan untuk observasi atau melakukan penelitian. Bukan juga untuk mencari dedek gemes atau jajanan murah khas anak OSIS.
Aku kembali ke sekolah sebagai seorang PTP a.k.a Pengembang Teknologi Pembelajaran. Yup, di jurusanku di Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Semarang ada berbagai profesi yang bisa diambil ketika mahasiswa PPL atau Praktik Pengalaman Lapangan. Ada yang menjadi guru Multimedia atau TIK, ada yang menjadi pengembang media di dinas atau perusahaan, ada yang menjadi pengembang kurikulum di lembaga diklat atau dinas pendidikan, dan juga menjadi PTP yang tugasnya menurutku 'lumayan' berat. 
Profesi PTP memang masih sedikit yang mengetahuinya, ya memang antimainstream sih. Tugas utama PTP adalah memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja guru, siswa dan sekolah sebagai suatu organisasi. Terlihat sederhana, kah? Tentu tidak. Karena disana kami para PTP harus berkutat dengan sumber belajar yang ada di sekolah, media pembelajaran, rencana pembelajaran, peningkatan kualitas guru dan sederet program kerja lainnya.

Salah satu program PTP adalah menyelenggarakan diklat bagi guru.
Lebih kurang 3 bulan aku akan berada di sekolah sebagai PTP. Baru 1 bulan yang telah terlewati. Oh iya, aku menjadi PTP di SMP 1 Kudus, SMP yang termasuk sekolah favorit di Kudus. Sekolah yang bagus memang, maklum dulu sudah sempat ikut program RSBI jadi pantas saja jika fasilitas di sekolah ini sangat baik. Sebagai seorang PTP aku akan lebih dekat dengan bapak ibu guru, dibanding dengan para siswa (re: anak-anak). Aku sempat mengira guru-guru disini jutek-jutek karena beliau-beliau mengajar di sekolah bagus, tapi ternyata tidak sama sekali. Alhamdulillah bapak ibu guru sangat baik. Beliau-beliau menerima kami para mahasiswa PPL dengan baik. Memberikan kami kenyamanan dan dengan baik hati mau membimbing kami. Aku pun bersyukur memiliki team PPL yang menyenangkan dan saling pengertian terhadap satu sama lain. 

Lomba Agutusan di sekolah bersama anak-anak.
Dan ini lah salah satu bagian terbaik ketika kamu di sekolah; anak-anak. Anak-anak SMP 1 Kudus pintar dan aktif. Serius deh. Ya wajar kali kan sekolah favorit. Dengan kondisi siswa yang pintar dan aktif ini membuat guru harus semakin kreatif dalam mengajar. Kalau metode belajar yang digunakan oleh guru membosankan maka jangan salahkan anak jika mereka tidak mendengarkan. 
Kesempatan aku untuk dekat dengan anak-anak hanya ketika Pramuka atau ekskul dan jika ada jam kosong atau ada guru yang tidak bisa masuk kelas dan meminta aku untuk menggantikannya. Mereka sangat unik. Menyenangkan bisa berada di sekitar mereka. Apalagi jika bersama kelas 7. Mereka tidak segan-segan untuk bertanya apa saja. Semua pertanyaannya pun lucu-lucu, memperlihatkan kepolosan mereka. Pipi mereka yang chuby disertai dengan seragam Pramuka lengkapnya membuat aku selalu menyebut mereka para Russell. Kamu tau Russell, kan? Itu lho anak Pramuka chuby di film kartun Up hehe.

Anak-anak dengan seragam Pramukanya ketika di pos KIM (Kemampuan Indra Manusia) Persami.
Dengan melihat tingkah laku mereka aku banyak berrefleksi. Refleksi tentang diriku yang ternyata semakin dewasa, semakin banyak mengemban tugas, semakin harus cerdas dalam bersikap. Refleksi tentang mereka, anak-anak generasi milenium, anak-anak yang cenderung sulit dipisahkan dengan gadgetnya, anak-anak yang berbeda-beda sikap dan potensinya.
Sekolah memang selalu menyenangkan. Entah kamu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Antara menemukan hal baru dan kenangan lama, nostalgia waktu sekolah dulu. Tak menyangka kembali ke sekolah akan begitu memberikan banyak warna seperti ini. Terimakasih Allah, semoga 3 bulan disini menghasilkan banyak cerita hebat untuk bisa dikenang nantinya.

Bersama anak-anak ketika Persami di sekolah.
Ketika aku pasang PM di BBM kaya judul di atas tuh, eum dikiranya malah aku jalan-jalan ke Solo. Pas dijelasin kalo maksudnya solo traveling tuh jalan-jalan sendiri eh mereka malah ngebully. Katanya kasian lah, dasar jomblo lah. Preketek banget kan -_-
Padahal emang udah lama sebenernya pengen nyobain solo traveling. Penasaran aja gitu. Gimana sih rasanya jalan-jalan sendirian kesana-kemari macem anak ilang. Dan kemarin adalah solo traveling pertama aku. Ya masih sekitar daerah Semarang sih, belum berani langsung jauh gitu. Utamanya mah gara-gara inget waktu libur dan budget yang terbatas hehe.
Minggu pagi sekitar jam 07.30 aku berangkat dari kosan naik motor dan mantap menuju tujuan pertama yang mau didatengin. Langsung aja aku tancap gas ke daerah jalan Bawen-Solo lalu melipir ke kanan jalan setelah 30 menit perjalanan. Yes aku pun sampai di Kampoeng Kopi Banaran yang ternyata lagi rame dipake buat wisata keluarga. Hari minggu namanya juga jadi ya wajar aja. Setelah nunggu beberapa saat akhirnya pesenan aku dateng. Satu cangkir Banaran Cappuccino hangat disusul dengan satu porsi Nasi Rawon. Kebetulan udah lama gak makan Rawon, pas tau disini ada Rawon langsung pesen aja. Dan rawonnya enak banget. Dagingnya empuk, bumbunya kerasa plus ada telor asinnya juga. Recommended deh! Kalo kopinya mah gak usah dibahas ya, udah pasti enak kok tapi setelah ditambah 2 sachet gula karena emang dasarnya aku seneng manis hehe. Terus dikasih biji kopi juga sama oreo *1 biji doang tapi wkwk*. Sayangnya lupa bawa pulang itu biji kopi haha lumayan wangi soalnya.


Setelah 2 jam di Kampoeng Kopi Banaran, aku sempet mikir mau lanjutin jalan kemana. Mau ke Solo apa Jogja ya. Gak terlalu bikin rencana mateng sih. Terus akhirnya niatin mau ke Jogja aja biar sekalian ntar nginep di temen. Padahal gak bawa baju gak bawa cuci muka. Di tas cuma ada dompet, mukena, tissue sama hape doang. Yaudah jalan aja dulu deh yang penting, gitu pikirnya aku.
Ceritanya udah nih jalan aja dengan posisi gak tau jalan buat ke Jogja. Pas pertigaan malah belok ke Rawa Pening yang jalan alternatif itu tapi inget kata temen kalo buat ke Jogja lurus aja. Akhirnya muter balik deh kembali ke jalan yang benar. Terus udah ngelewatin Ambarawa, Secang, dan sampe di Magelang eh tiba-tiba di kiri jalan liat plang Ketep Pass. Langsung kepikiran apa ke Ketep aja gitu ya. Akhirnya iya deh beneran belok kiri menuju Ketep haha. Padahal gak ada niatan mau kesini, cuma inget doang 'Oh iya kan belum pernah ke Ketep Pass', gitu. Emang prinsipnya tuh kalo di bahasa sunda mah 'sakasampeurna', sekelewatnya aja.
Jam 12.00 nyampe di Ketep Pass setelah sebelumnya ngelewatin jalan yang lagi banyak dibenerin plus bergelombang. Di Ketep Pass juga rame, banyak bis malah. Pas beli tiket si mbak yang jaga keukeuh bilang tiket buat 2 orang gitu, padahal udah dibilangin buat 1 orang aja. Doi kayanya gak percaya kalo aku sendirian wkwk. Setelah dapet tiket langsung parkirin motor dan ngerogoh tas. Apalagi coba kalo bukan buat ambil hape. Langsung foto-foto sana-sini. Walaupun rame tapi spotnya tetep bagus kok. Gunung Merapi pun keliatan banget dari sini. Puncaknya itu lho, gagah banget.




Gak lupa aku juga nonton film tentang Merapi di Ketep Volcano Theatre. Film yang berdurasi 22 menit ini menceritakan tentang kehidupan masyarakat di sekitar Merapi, erupsi Merapi di tahun 2010, juga kondisi masyarakat yang harus kehilangan harta benda bahkan sanak saudara. Merinding lah pas nontonnya. Ngebayangin kalo ada di posisi para warga yang terkena bencana seperti itu. Tabah dan kuat sekali mereka.
Sebelum ngelanjutin jalan-jalan di area Ketep Pass aku pergi ke Mushola dulu buat sholat dzuhur. Ternyata air di Musholanya terbatas banget jadi harus sabar ngantri. Sholat pun selesai dan lanjutin jalan-jalan. Setelah puas jalan-jalan kesana-kemari di Ketep Pass aku pun mutusin buat lanjut pulang sambil masih bingung. Iya bingung. Bingung balik Semarang atau lanjut ke Jogja. Ngeliat jam di tangan udah nunjukin angka 14.30 jadinya mikir-mikir lagi deh. 
Setelah mikir panjang sambil jalan aku putusin buat belok kanan pas nyampe di pertigaan Mungkid. Yap pada akhirnya aku putusin buat pulang Semarang dengan pertimbangan gak bawa barang-barang buat persiapan nginep di Jogja dan keinget beberapa tugas yang masih terbengkalai. Ke Jogjanya next time aja ya. Perjalanan pun berlanjut. Gak jauh dari pertigaan aku berenti dulu di minimarket, mau beli minum, haus ternyata dari jam 10.00 nyampe jam 15.00 gak minum-minum. Minumnya udah eh laper pun datang menghampiri. Karena lagi di Magelang jadinya keinget Kupat Tahu khas Magelang. Meluncur lah aku ke daerah Alun-Alun Magelang sambil nanti sekalian sholat ashar di Mesjid Agungnya.
Jalanannya lumayan macet, maklum besok senin jadi mau pada balik ke perantauan masing-masing sepertinya. Sekitar jam 15.45 sampai di Mesjid Agung setelah tadinya muter-muterin jalanan dulu gara-gara ngeliat plang Taman Kyai Langgeng hehe. Abis penasaran sih lokasinya dimana itu taman. Selesai sholat ashar langsung cus ke Kupat Tahu Pak Slamet, hasil rekomendasi dari temen yang asli Magelang. Lokasinya juga deket kok masih sekitaran alun-alun, jadi tinggal jalan aja gak usah pake motor. Yang beli banyak jadinya ngantri deh. Kupat tahunya enak, tapi kupatnya dikit tahunya kebanyakan. Gak seimbang gitu wkwk.
Dan setelah kenyang makan kupat tahu, jam 16.30 aku pun lanjutin jalan lagi buat pulang ke Semarang dengan kondisi hati yang gembira haha. Iya dong gembira, kan udah jalan-jalan seharian kesana-kemari walau kaya anak ilang biarin yang penting happy. Alhamdulillah perjalanan lancar tanpa hambatan apapun. Sampai di kosan dengan selamat sekitar jam 18.20. 
Seneng banget rasanya bisa nyobain jalan sendirian gitu. This is the real Me-Time! Aku bener-bener sendiri. Pergi ke tempat yang lumayan jauh dan tanpa ada seorang pun yang aku kenal. Menikmati banget deh waktu liburannya. Aku bebas mau kemana mau ngapain mau nyampe jam berapa. Walau banyak yang ngeliatin karena selfie-selfie sendirian haha. Tantangannya kerasa banget. Ngeberani-beraniin diri buat jalan jauh sendiri naik motor kaya gitu. Butuh waktu memang buat yakinin diri kalo aku bisa. Dan aku pun berhasil ngebuktiin ke diri sendiri kalo aku memang bisa.


Sebuah perjalanan itu menurut aku bukan tentang menaklukan suatu tempat, tapi tentang menaklukan diri sendiri. Menaklukan ketakutan sendiri. Bisa apa enggak. Mau apa enggak. Berani apa enggak. Yakin deh setiap orang pasti bisa ngelakuin solo traveling. Gak ada salahnya buat coba apalagi kalo memang ada budget dan waktunya. Dan buat yang masih mikir solo traveling itu 'menyedihkan karena sendirian', satu pertanyaan aja buat kamu: berani nyoba gak? 
"Relawan tak dibayar bukan berarti tak bernilai, tapi karena tak ternilai." - Anies Baswedan

Aku setuju dengan ungkapan dari bapak Anies tersebut. Aku merasakannya sekarang. Sudah hampir satu bulan aku menjadi relawan yang mendapingi anak-anak belajar di satu kelurahan di daerah Semarang kota. Pertemuan rutin diadakan setiap hari Selasa dengan durasi waktu lebih kurang 2 jam di kantor kelurahan. Pada pertemuan pertama dengan anak-anak aku kira mereka jutek dan tidak mudah didekati. Tapi ternyata dugaanku salah besar. Ketika aku baru datang saja mereka sudah memberikan senyum termanisnya. Bahkan ada beberapa anak yang langsung bisa mengingat namaku. Mereka sangat terbuka padaku. Mereka mau menceritakan bagaimana sekolah mereka, memintaku untuk membantu mengerjakan PR, dan juga memintaku membuatkan soal latihan untuk mereka kerjakan. Oh sungguh aku bahagia sekali pada pertemuan pertama itu.


Seorang teman sedang mendampingi anak-anak membaca Ensiklopedia.

Aku akui, ini memang pengalaman pertamaku terjun langsung mendampingi anak-anak belajar. Selama ini aku tidak cukup percaya diri dalam mendampingi anak belajar. Aku takut mereka tidak menyukai cara penyampaianku dan akhirnya tidak memahami apa yang aku jelaskan. Apalagi dalam belajar matematika. Haduh... Ingin pergi saja rasanya. Aku memang kurang menyukai matematika jadi tidak aneh jika aku lemah dalam mata pelajaran ini. Padahal aku anak IPA waktu di SMA dulu *haha sudah lupakan -_-*.


Suasana di kantor kelurahan tempat belajar anak-anak.

Anak-anak itu merubah semua dugaanku, bahkan dugaan tentang diriku sendiri. Ketika kali pertama mendampingi seorang anak belajar *aku lupa siapa namanya* dia langsung memintaku menjawab soal matematika UN tahun kemarin. Dalam hati aku berkata, "Ya Allah aku tuh paling takut dikasih matematika eh pertama dampingin malah dapet ini plus soal UN pula.". Dan akhirnya mau tak mau aku pun mencoba mengerjakan soal tersebut. Aku mulai dengan membacanya, lalu aku mencoba mengingat apa rumusnya, sampai di akhir aku pun berhasil menjawab dan menjelaskan dengan baik pada anak itu. Aku benar-benar meyakinkan dia apakah dia sudah paham atau belum dengan penjelasanku. Terlihat lebay mungkin bagi sebagian orang, tapi aku ingin benar-benar dia memahaminya. Karena sekecil apapun ilmu yang kita sampaikan akan ada pertanggungjawabannya kelak. 

Dia pun menjawab, "iya mbak paham.". Jawaban itu membuat aku senang, senang sekali. Rasanya bukan hanya sekedar karena sudah membantu seorang anak memahami soal matematika, tapi juga rasa karena bisa menaklukan ketakutanku sendiri. Alhamdulillah. Aku bisa ternyata. Aku bisa.

3 pertemuan berlalu dan di setiap pertemuannya aku selalu mengajarkan matematika. Jadi tantangan tersendiri memang. Dan aku pun menyukainya. Anak-anak ini membantuku melawan ketakutanku. Anak-anak ini memberikanku kekuatan baru setiap kami habis bertemu. Anak-anak... Memang selalu menyenangkan. Betul kata Pak Anies, relawan tak ternilai karena kebahagian dari menjadi relawan memang tak ternilai.